Beranda | Artikel
Mengenal Keutamaan Ilmu
Rabu, 18 Januari 2017

Bismillah.

Ilmu agama. Setiap insan pasti membutuhkannya. Bagaimana tidak? Sedangkan ilmu agama inilah bekal dan perisai baginya untuk menangkis berbagai terpaan kerancuan dan penyimpangan pemikiran. Tidakkah anda lihat orang-orang yang bergelimang dengan syirik dan kekafiran di atas muka bumi ini? Salah satu sebab utama mereka terjerumus ke dalamnya adalah karena mereka tidak memiliki ilmu yang benar yaitu ilmu agama Islam.

Allah berfirman (yang artinya), “[Allah] Yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian; siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya.” (al-Mulk : 2). Baik tidaknya suatu amal tidak bisa diketahui kecuali dengan ilmu. Apabila tidak dilandasi ilmu maka setiap orang akan melakukan amalan menurut kehendaknya sendiri-sendiri. Dan masing-masing akan menyangka bahwa amalnya itulah yang terbaik sedangkan amalan orang lain tidak!!

Allah berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Maukah kami kabarkan kepada kalian mengenai orang-orang yang paling merugi amalnya; yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya dalam kehidupan dunia sementara mereka mengira bahwa dirinya melakukan perbuatan dengan sebaik-baiknya.” (al-Kahfi : 103-104)

Orang yang mengisi hidupnya dengan syirik dan kekafiran adalah barisan terdepan dari golongan orang-orang yang merugi. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya dan kelak di akhirat dia pasti termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran : 85)

Allah juga berfirman (yang artinya), “Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu; Jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65)

Bagaimana tidak merugi, sementara dia telah bersusah-payah melakukan amal-amal yang dia kira hal itu semakin mendekatkan dirinya kepada Allah dan demi meraih syafa’at di sisi-Nya namun ternyata harapan tinggallah harapan dan angan-angan. Karena syirik yang mereka lakukan justru membuat mereka dibenci oleh Allah dan haram mendapatkan surga-Nya.

Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu seorang pun penolong.” (al-Maa-idah : 72)

Sekarang pertanyaannya adalah; dari mana anda bisa tahu bahwa suatu ucapan atau keyakinan dan perbuatan dimasukkan dalam kategori syirik dan kekafiran kalau bukan dengan ilmu?! Dari mana anda bisa membedakan antara tauhid dan syirik, antara iman dan kekafiran kalau bukan dengan ilmu al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman salafus shalih?!

Pertanyaan berikutnya adalah; mengapa banyak manusia justru berpaling dari ilmu agama dan lebih tertarik dan gandrung dengan ilmu-ilmu dunia? Jawabannya karena jalan menuju surga diliputi oleh hal-hal yang kurang disukai hawa nafsu. Memang menimba ilmu agama cenderung tidak disukai oleh hawa nafsu manusia. Karena manusia ingin untuk bersantai-santai, bermalas-malasan, dan tidak mau dibebani dengan pelajaran dan hafalan.

Oleh sebab itulah para ulama menyebut menimba ilmu sebagai bagian dari jihad; maksudnya adalah jihadun nafs yaitu jihad berjuang menundukkan hawa nafsu. Bahkan inilah bentuk jihad terbesar sebelum jihad dengan pedang dan senjata. Karena tidak mungkin berjihad memerangi musuh dari luar orang yang tidak bisa berjihad menundukkan musuh yang ada di dalam dirinya sendiri.

Sahabat Abud Darda’ radhiyallahu’anhu mengatakan, “Barangsiapa yang memandang bahwasanya berangkat di awal siang atau di akhir siang dalam rangka menimba ilmu (agama) bukan termasuk jihad sungguh telah berkurang/tidak beres akal dan pikirannya.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Orang yang membantah ahli bid’ah adalah orang yang berjihad.”

Di dalam surat al-Furqan -dimana surat ini turun di Mekah sebelum hijrah- Allah berfirman memerintahkan kepada nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Dan berjihadlah melawan mereka dengan hal itu dengan jihad yang besar…”

Para ulama tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud jihad di sini adalah berjihad dalam bentuk dakwah dengan Kitabullah yaitu al-Qur’an. Inilah jihad terbesar. Bahkan inilah jihadnya para nabi dan rasul beserta para pewaris perjuangan mereka yaitu para ulama.

Suatu fenomena yang cukup memprihatinkan di tengah masyarakat kita adalah sedikitnya orang-orang yang mau menekuni ilmu agama dan mendakwahkannya dengan benar. Kebanyakan orang hanya menyukai agama ketika ia selaras dengan hawa nafsu dan perasaannya. Giliran agama menyuguhkan kepadanya kesempatan untuk berjihad dengan harta dan ilmunya maka surutlah semangat mereka untuk membela agama.

Seorang teman pernah menceritakan kepada kami pengalamannya ketika dia berkunjung di sebuah tempat yang hendak dijadikan tempat KKN olehnya. Maka di situ salah seorang warga setempat memberikan pesan kepadanya, “Kalau di sini tidak usah mengundang ustadz yang membicarakan surga dan neraka, cari aja ustadz yang isinya guyonan/lawakan dan bisa membuat tertawa.” Demikian kurang lebih ‘nasihat’ yang disampaikan kepada teman kami itu….

Subhanallah! Sebegitu murah dan rendah kah nilai agama ini di mata manusia?! Ketika para juru dakwah tauhid dan sunnah tidak digemari dan yang lebih disukai adalah para pengocok perut dan komedian pengundang gelak tawa?! Peningkatan iman dan takwa seperti apakah yang hendak diperoleh dengan pengajian yang sarat dengan lelucon dan gelak tawa… Bukankah terlalu banyak tertawa akan membuat hati keras dan mati…

Ya Allah, kami mohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat….


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/mengenal-keutamaan-ilmu/